BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pengetahuan
tentang sejarah dan terminologi, prinsip dasar dan tipe-tipe kultur jaringan
akan mendasari pemahaman mahasiswa tentang berbagai konsep lanjut yang
berhubungan dengan aplikasi kultur jaringan untuk beberapa tujuan tertentu
misalnya perbanyakan tanaman secara cepat dan efisien, produksi metabolit
sekunder dan sebagainya.
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan
dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori
totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya
mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
B.
TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk memahami perkembangan teknologi kultur
jaringan tanaman ditinjau dari perspektif sejarahnya dan dapat menggunakan
secara tepat beberapa terminologi penting dari teknologi ini
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PERKEMBANGAN KULTUR JARINGAN
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan
dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori
totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya
mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini
merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan
bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi
tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan
nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan
tanaman pada tahun 1902 mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909
Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia
secara in vitro.
Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai
sarana perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White
pada tahun 1934, yakni melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939,
Gautheret, Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel
secara in vitro. Setelah Perang Dunia
II, perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan menghasilkan berbagai
penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia pertanian, kehutanan, dan
hortikultura yang telah dipublikasikan.
Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman
berada di belakang teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya
penemuan hormon tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada
tahun 1934 oleh Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi
kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan ini semakain pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin)
pada tahun 1955 oleh Miller dan koleganya. Pada tahun1957, Skoog dan Miller
mempublikasikan suatu tulisan ”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi
kuantitatif antara auksin dan sitokinin berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan
dan peristiwa morfogenetik di dalam tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut
pada tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin
terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, sedangkan rasio yang
rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Namun pola yang demikian ternyata
tidak berlaku secara universal untuk semua spesis tanaman.
Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro pada tanaman anggrek Cymbidium 1960 oleh Morel, serta
diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi
oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962, semakin merangsang perkembangan
aplikasi teknik kultur jaringan pada berbagai spesies tanaman. Perkembangan
yang pesat pertama kali dimulai di Perancis dan Amerika, kemudian teknik inipun
di kembangkan di banyak negara, termasuk Indonesia, dengan prioritas aplikasi
pada sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi masing-masing negara.
Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade
terakhir telah memberi sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian,
pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan
sebagainya. Karena kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang
demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka dapat
dipastikan junlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada
masa-masa mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa penting
dalam sejarah perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an sebagai
berikut;
1892
Ditemukan fenomena sintesis senyawa-senyawa pembentuk organ yang
didistribusikan secara polar di dalam tanaman.
1902
Usaha
perrtama aplikasi kultur jaringan tanaman.
1904 Usaha pertama aplikasi kuktur embrio
sejumlah tanaman Cruciferae
1909 Fusi protoplas tanaman, namun produk yang
dihasilkan mengalami kegagalan untuk hidup.
1922 Perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis.
1922 Kultur in
vitro ujung akar
1925 Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil silang antar spesies
1929 Kultur embrio Linum untuk menghindari inkompatibilitas persilangan
1934 Kultur in
vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan perdu mengalami
kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
1934 Keberhasilan kultur akar tanaman tomat.
1936 Kultur embrio sejumlah tanaman Gymnospermae
1939 Keberhasilan menumbuhkan kultur kalus secara
kontinu
1940 Kultur in
vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus
untuk mempelajari pembantukan tunas adventif
1941 Air kelapa (Yang mengandung faktor
pembelahan sel) untuk pertama kalinya digunakan pada kultur embrio tanaman Datura
1941 Kultur in
vitro jaringan tumor crown-gall
1944 Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau digunakan pada
penelitian pembantukan tunas adventif
1945 Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus secara in vitro
1946 Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus dan Tropaelum dari kultur pucuk
1948 Pembentukan akar dan tunas adventif tanaman
tembakau ditentukan oleh rasio auksin : adenin
1950 Regenerasi organ tanaman dari jaringan kalus
Sequoia sempervirens.
1952 Aplikasi sambung mikro (micrografiting) untuk pertama kalinya
1953 Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba dari kultur serbuk sari
1954 Pengkajian terhadap perubahan-perubahan
kariologi dan sifat-sifat kromosom pada kultur endosperm tanaman jagung
1955 Penemuan kinetin, yaitu suatu hormon
perangsang pembelahan sel.
1956 Realisasi pertumbuhan kultur di dalam sistem
multiliter untuk menghasilkan metabolit sekunder.
1957 Ditemukannya pengaturan pembentukan organ
(akar dan pucuk) dengan mengubah rasio antara auksin dan sitokinin
1958 Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan nuselus tanaman Citrus ovules
1958 Regenerasi proembrio dari massa kalus dan
suspensi sel tanaman wortel
1959 Publikasi buku pegangan mengenai kultur
jaringan tanaman untuk pertama kali
1960 Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas
untuk pertama kalinya
1960 Degradasi dinding sel secara enzimatik untuk
memperoleh protoplas dalam jumlah besar.
1960 Perbanyakan vegetatif tanaman anggrek
melalui kultur meristem
1960 Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel
tunggal
1962 Pengembangan medium dasar Murashige dan
Skoog (MS)
1964 Produksi tanaman Datura haploid dari kultur
serbuk sari untuk pertama kalinya
1964 Regenerasi tunas dan akar pada jaringan
kalus tanaman Populus tremuloides
1965 Induksi pembungaan secara in vitro pada tanaman tembakau
1965 Diferensiasi tanaman tembakau dari isolasi
sel tunggal pada kultur mikro
1967 Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi secara in vitro
1967 Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk
sari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).
1969 Analisis kariologi tanaman yang
diregenerasikan dari kultur kalus tembakau.
1969 Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur
suspensi Haplopappus gracilis untuk
pertama kalinya
1970 Seleksi mutan biokimia secara in vitro
1970 Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan
barley monoploid
1970 Keberhasilan peleburan protoplas untuk
pertama kalinya
1971 Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur
protoplas untuk pertama kalinya.
1972 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan
protoplas pada dua spesies Nicotiana
1973 Sitokinin diketahui mampu memecahkan
dormansi pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera
1974 Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin
pada eksplan tunas tanaman Gerbera.
1974 Regenerasi Petunia hybrida haploid dari kultur protoplas.
1974 Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid
dapat dilakukan sehingga mendukung hibridisasi
1974 Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman
1974 Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium sebagai senyawa
penginduksi pembentukan tumor
1975 Seleksi positif terhadap kultur kalus
tanaman jagung yang resisten terhadap Helminthosporium
maydis.
1976 Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman
anyelir yang berasal dari penyimpanan pada suhu rendah (kreopreservasi).
1976 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan
protoplas pada tanaman Petunia hybrida dan
P. Parodii.
1976 Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin
diketahui dikontrol secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
1977 Keberhasilan integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium tumefaciens pada tanaman
1978 Hibridisasi somatik tomat dan kentang
1979 Pengembangan prosedur co-cultivation untuk
teransformasi protoplas tanaman dengan Agrobacterium
1980 Pemanfaatan sel untuk biotransformasi
digitoksin menjadidigoksin
1981 Pengenalan istilah variasi somaklon atau
keragaman somaklon
1981 Isolasi auksotrop melalui skrining berskala
besar terhadap koloni sel yang diperoleh dari protoplas haploid tanaman Nicotiana plumbaginifolia dengan
perlakuan mutagen.
1982 Protoplas dapat bergabung dengan DNA
telanjang sehingga memungkinkan untuk dilakukannya transformasi dengan isolasi
DNA.
1983 Hibidisasi sitoplasma antargenus pada
tanaman bit dan Brassica napus
1984 Transformasi sel tanaman dengan DNA plasmid
1985 Infeksi dan transformasi potongan daun
dengan Agrobacterium tumefaciens dan
regenerasi tanaman yang mengalami transformasi
Sejak tahun 1980-an sampai sekarang,
teknik kultur jaringan tanaman sudah berkembang sangat pesat di seluruh penjuru
dunia sehingga sulit untuk dipantau. Terlebih lagi, banyak terobosan yang memiliki
nilai komersial tinggi yang diciptakan oleh institusi-institusi riset pada
berbagai perusahaan besar yang tidak dipublikasikan. Pemanfaatan yang nyata
dari teknik tersebut, disamping untuk perbanyakan tanaman, juga di bidang
rekayasa genetika (genetic engineering)
untuk perbaikan mutu genetika tanaman pertanian. Sudah banyak varietas, bahkan spesies baru yang
diciptakan melalui teknik fusi protoplas. Demikian pula dengan aplikasi teknik
tersebut pada eliminasi penyakit, terutama penyakit virus dan produksi
metabolit sekunder dengan bantuan Agrobacterium
sudah menjadi teknik yang rutin dilakukan oleh para pakar di berbagai penjuru
dunia, termasuk Indonesia. Hanya saja aplikasi teknik kultur jaringan untuk
pelestarian plasma nutfah tampaknya masih harus menempuh perjalanan panjang
untuk sampai pada sasaran yang diharapkan.
B. TERMINOLOGI
Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini
digunakan sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara
aseptik dalam wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik
disebut juga kultur in vitro yang
artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas.
Pemahaman terhadap istilah-istilah
yang sering digunakan dalam kultur in
vitro merupakan suatu hal yang sangat mendasar. Istilah-istilah yang sering
digunakan dalam kultur jaringan adalah sebagai berikut;
1. Bahan tanam yang digunakan dalam kultur
jaringan biasanya disebut dengan eksplan.
2. Kalus; a) suatu jaringan yang tersusun
oleh sel-sel terdediferensiasi yang umumnya dihasilkan oleh jaringan yang luka
atau kultur jaringan pada media yang berisi auksin tertentu, atau b)
pertumbuhan aktif massa sel yang belum dan terdiferensiasi dan tidak
terorganisir yang berkembang dari jaringan luka atau kultur jaringan yang
ditanam pada media dengan tambahan zat pengatur tumbuh.
3. Dalam kultur jaringan sering dilakukan
pemindahan eksplan dari media I (untuk induksi kalus) ke media II (media untuk
induksi organ tunas dan akar). Pemindahan eksplan dari media satu ke media lain
(baik jenis medianya sama atau lain) dikenal dengan istilah sub kultur.
4.
Setiap masa inkubasi disebut
passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama dari jaringan yang terbentuk
dari eksplan awal.
5. Bahan yang diambil pada setiap sub kultur
disebut inokulum.
6. Kultur asenik adalah kultur dengan hanya
satu macam organisme yang diinginkan.
7. Eksplan yang ditanam pada media tumbuh
yang tepat, dapat beregenerasi melalui proses yang disebut organogenesis atau
embriogenesis. Oraganogenesis adalah proses terbentuknya organ-organ seperti
pucuk dan akar.
8. Pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan
jaringan asalnya (origin) yang biasa disebut pucuk adventif. Seperti pucuk yang
terbentuk dari kalus, hipokotil, kotiledon, dan akar.
9. Embriogenesis adalah proses
terbentuknya embrio somatik
10. Embrio somatik (nonzygotic embryo)
adalah embrio yang bukan berasal dari zigot, tetapi dari sel tubuh tanaman.
11. Bila embrio terbentuk dari kultur
anther atau mikrospora disebut androgenesis, bila berasal dari ovari yang belum
mengalami fertilisasi disebutgynogenesis.
12. Anakan tanaman yang telah lengkap memiliki
organ daun, batang dan akar hasil kultur jaringan disebut planlet (plantula).
13. Plantula yang akan dipindah ke lapangan
dan diperlakukan sebagai bibit, harus mengalami masa adaptasi dari kultur
heterotropik menjadi kultur autotropik. Masa adaptasi plantula disebut dengan
aklimatisasi.
14. Pucuk-pucuk yang terbantuk dari jaringan
kalus, terutama yang sudah mengalami sub kultur, dapat bervariasi.
Variasi-variasi ini disebut variasi somaklonal. Penyebab variasi ini belum
diketahui dengan pasti, ada kemungkinan variasi ini sudah ada dalam eksplan
asal karena sifat kromosom mosaik dalam sel-sel somatik ataupun terjadi akibat
lingkungan di dalam kultur.
15. Salah satu variasi yang terjadi adalah
tanaman yang aneuploid yaitu tanaman yang jumlah kromosommya 2n-1 atau 2n+1.
16. Sel-sel dalam kalus atau sel-sel dari
jaringan daun siisolasi dengan perlakukan enzim meupakan bahan untuk memperoleh
protoplasma. Protoplasma-protoplasma diperoleh dengan menghilangkan dinding sel
dengan bantuan enzim-enzim cellulase, hemicellulase dan pektinase. Propoplasma
kemudian dapat ”dipaksa” untuk saling menempel dan bersatu membentuk suatu fusi
sel. Proses ini merupakan bidang pemulaiaan yang disebut hibridisasi genetik.
17. Hasil gabungan dua atau lebih protoplasma
yang berbeda jenis dengan inti-intinya dikenal dengan istilah heterokarion.
18. Bila hanya sitoplasma yang bergabung maka
disebut cybrid.
C. Prinsip Dasar
Kultur jaringan sesuai dengan definisinya sebagai
teknik budidaya sel, jaringan, dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang
terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme, mengandung dua
prinsip dasar yang jelas yaitu; 1) Bahan tanam yang bersifat totipoten dan 2)
budi daya yang terkendali.
1) Bahan tanam yang bersifat totipotensi.
Konsep dasar ini
adalah mutlak dalam pelaksanaan kegiatan kultur jaringan karena hanya dengan
sifat totipotensi ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mapu tumbuh dan
berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Umumnya sifat totipotensi lebih banyak
dimiliki oleh bagian tanaman yang masih juvenil,
muda, dan banyak dijumpai pada daerah-daerah meristem tanaman. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bagian tanaman yang sudah dewasa bila mendapat lingkungan
yang cocok akan bertotipotensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang. Pada
keadaan tersebut bisa terjadi karena pada keadaan in vitro tanaman mampu melakukan aktifitas dediferensiasi yaitu
proses perkembangan balik dari bagian dewasa tanaman menjadi sekolompok sel
yang terus menerus membelah (disebut kalus) atau bisa pula menjadi zigot.
Selain itu juga dapat terjadi rediferensiasi yaitu proses tumbuh dan
berkembangnya kembali kalus atau zigot tersebut tumbuh dan berkembang membentuk
spesialisasi ke arah terbentuknya akar, daun atau tunas hingga menjadi tanaman
lengkap.
Kondisi
totipotensi bahan tanam antara satu tanaman dengan tanaman yang lain sangat
berbeda, bahkan perbedaan juga mungkin terjadi pada satu tanaman yang sejenis.
Perbedaan dalam hal cara, waktu dan musim pengambilan bahan tanam juga memberi
pengaruh pada keberhasilan kegiatan kultur jaringan. Penanganannya ada yang
mudah dan adapula yang sangat sulit. Yang banyak dilakukan dan dianggap relatif
mudah misalnya tanaman wortel, beberapa jenis anggrek, bawang, tembakau, pisang.
Beberapa yang dikenal sulit misalnya mangga, salak, bambu dan tanaman lain yang
umumnya mengandung fenolat tinggi atau bisa juga rendah kemampuan
berdiferensiasi dan rediferensiasinya.
Bahan tanam yang
sementara ini umum digunakan dalam kegiatan kultur jaringan dan sering terbukti
dapat tumbuh dan berkembang adalah:
a) Sel, bahan ini biasanya ditanam dalam
bentuk suspensi dengan kepadatan yang telah ditentukan. Paling umum sel-sel ini
diambil dari kalus, agar membentuk agregat kecil atau sel tunggal maka kalus
dimasukkan dalam media cair kemudian disentrifugasi berulang atau bisa juga
dengan prosedur enzimatik.
b) Protoplas, bahan ini biasanya juga ditanam
dalam bentuk suspensi dengan kepadatan yang telah ditentukan. Mesofil daun,
teras batang, kalus adalah bagian tanaman yang umum dipakai sebagai sumber
propolas. Untuk mendapatkan suspensi protoplas harus digunakan medium yang
mengandung enzim (enzimztic medium), proses pencucian dengan medium pencuci
(washing medium), sentrifugasi dan kemudian purifikasi.
c) Jaringan meristem, adalah merupakan
jaringan tanaman yang terdapat pada daerah-daerah pertumbuhan. Ciri jaringan
ini tersusun oleh sekelompok sel yang terus menerus membelah, sehingga belum
ada spesialisasi bentuk dan fungsi dari sel-sel yang menyususnnya. Pada derah
apikal meristem ada daerah yang sangat kecil terdiri dari sel-sel yang sangat
progresif sebagai titk pertumbuhan dan dikenal sebagai meristem dome. Meristem
ini hanya dapat diisolasi di bawah mikroskop dan terbukti baik sebagai bahan
untuk mendapat tanaman yang bebas bakteri dan virus.
d) Kalus, adalah merupakan masa sel yang
aktivitas pembelahannya tidak terkendali dan belum terdiferensiasi. Sel-sel ini
secara alamiah muncul dan tumbuh akaibat proses perlakuaan atau akibat
perlakuan tertentu dalam kultur jaringan. Bahan ini sangat potensial untuk
digunakan dalam berbagai kegiatan kultur lanjutan.
e) Organ, bahan ini adalah bahan yang paling
umum digunakan dalam kegiatan kultur jaringan. Bahan ini meliputi: daun,
batang, akar, biji, tunas, embrio, anther, kepala sari, dan lain sebagainya.
Bahan-bahan ini ada yang memang langsung digunakan untuk mendapatkan produk
yang diinginkan tetapi ada juga yang hanya digunakan sebagai bahan kultur awal
sehingga hanya sebagai jalan untuk mendapatkan organ juvenil, atau kalus yang
umumnya relatif bersifat meristematik dan steril.
2) Budidaya yang terkendali.
Sifat bahan
yang totipotensi saja tidak cukup intuk kesuksesan kegiatan kultur jaringan.
Keadaan media tempat tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya (kelembaban, temperatur,
cahaya) serta keharusan sterilitas adalah hal mutlak yang harus terkendali.
Konsep
dasar yang kedua ini harus difahami benar. Informasi mengenai kultur yang akan
dilakukan harus banyak dicari. Mulai dari media dasar apa yang digunakan, perlu
modifikasi atau tidak, bagaimana komponen dan takaran vitamin yang ditambahkan,
mau padat atau cair, akan ada perlakuan hormon atau tidak, berapa konsentrasi
yang digunakan, hormon tunggal atau kombinasi, berapa pH media, seberapa banyak
akan dibuat dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini layak
dilakukan dan harus dicari jawabannya sebelum melangkah pada kegiatan
teknisnya.
Agar
pengaruh lingkungan terkendali maka harus ditentukan bagaimana pencahayaan yang
diperlukan, baik dari intensitas maupun periodisasi pencahayaannya. Pastikan
dan catat fluktuasi perubahan temperatur ruangan kultur, sesuaikan dengan
kebutuhan yang diperlukan. Pada laboratorium-laboratorium yang maju pengadaan
generator untuk mengantisipasi terjadinya gangguan aliran listrik umumnya
sangat prioritas. Sedangkan untuk menjamin sterilitaskegiatan kultur jaringan
yang terdiri dari sterilitas bahan tanam, media tanam, alat-alat, ruang tabur,
laminar air flow, ruang inkubator, ruang kultur dan lain-lain dilakukan secara
spesifik.
Untuk bahan
tanam umumnya sterilisasi dilakukan dengan menggunakan bahan kimia misalnya:
alkohol, kalsium hipoklorit, Natrium hipoklorit, Hidrogen peroksida, Merkuri
klorid, Fungisida, Bakterisida, Betadin, Bayclin. Konsentrasi yang digunakan
dan lamanya perendaman antara satu dengan yang alinnya berbeda-beda, ada yang digunakan pada
konsentrasi yang rendah karena sangat beracun (mercury clorid) hanya diperlukan
0,1-0,2 persen dengan lama perendaman 10-20 menit. Sedangkan alkohol yang
diperlukan berkonsentrasi 70 % dan lama
perendamannya hanya ½ hingga 1 menit saja. Namun demikian penentuan sterilan,
konsentrasi dan lamanya perendaman ditentukan oleh keadaan dari bahan tanam.
Seringkali diperlukan kajian tersendiri untuk dapat menentukan bahan sterilan,
konsentrasi dan lamanya perendaman. Tahapan ini penting menjadi perhatian
karena kecorobohan akan membawa keadaan bahan tanam tidak steril atau rusak
hingga tidak tumbuh.
Untuk
sterilisasi peralatan dan media yang hendak dipakai biasanya dilakukan dengan
menggunakan alat yang disebut Autoclave.
Alat ini bekerja atas dasar temperatur dan tekanan. Ada yang kerjanya
menggunakan listrik dan ada pula yang menggunakan kompor gas. Temperatur yang
digunakan untuk sterilisasi adalah 121о C dengan tekanan antara 15 –
18 psi (pounds per squar inch) selama 15 menit. Sedangkan sterilisasi ruang
transfer/penabur, ruang inkubasi, ruang kultur umumnya dilakukan dengan
menggunakan sinar ultra violet. Khusus untuk laminar air flow biasanya sebelum
penggunaan dibersihkan dengan alkohol 70 % kemudian lampu ultra violet
dinyalakan selama 1 – 2 jam.
Perpaduan
prinsip bahan tanam yang totipoten dan budidaya yang terkendali harus pula
diimbangi penguasaan teknik prosedur kerja yang baik. Kehati-hatian,
kecermatan, kketekunan dan usaha preventif menjaga kemungkinan terjadinya
kontaminasi adalah sikap yang sangat penting dikembangkan dalam kegiatan ini.
D. Tipe-Tipe Kultur Jaringan
Dalam pelaksanaannya teknik kultur jaringan dijumpai
beberapa tipe sebagai berikut:
1. Kultur biji (seed culture), merupakan
budidaya yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling
2. Kultur organ (organ culture), merupakan
budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ seperti; ujung akar, pucuk
aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku
batang, akar dll
3. Kultur kalus (callus culture), merupakan
kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan
parenkim sebagai eksplannya.
4. Kultur suspensi sel (suspension culture)
adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengecokan yang terus menerus
menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan
eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan
meristem.
5. Kultur protoplasma, eksplan yang digunakan
adalah sel yang telah dilepas bagian dindingnya menggunakan bantuan enzim.
Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan
membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan
hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi dua protoplas baik intraspesifik
maupun interspesifik)
6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal
dari bagian reproduktif tanaman yakni: kepala sari/anther (kultur anther/kultur
mikrospora), tepungsari/pollen (kultur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga
dapat dihasilkan tanaman haploid.
Kultur in vitro memiliki peranan yang sangat
penting untuk mendapatkan hasil-hasil yang tidak mungkin dicapai melalui kultur
in vivo. Berikut ini disajikan
aplikasi sejumlah metode kultur jaringan beserta tujuan dari aplikasi tersebut
sebagaimana diuraikan oleh Pierik 1997 (dalam Zulkarnain, 2009).
Beberapa tipe kultur dan
tujuannya berdasarkan macam jaringan atau organ yang digunakan
Tipe Kultur
|
Tujuan
|
Kultur embrio
|
-
Mempersingkat
siklus pemuliaan tanaman
-
Mengatasi
aborsi embrio
-
Mengatasi
inkompatibilitas
-
Sebagai
sumber pembentukan kalusw
|
Kultur biji anggrek
|
-
Mempersingkat
siklus pemuliaan
-
Menggantikan
simbiosis (mikoriza)
-
Meniadakan
kompetisi dengan mikroorganisme lain
|
Kultur meristem
|
- Eliminasi patogen (virus, cendawan, dan
bakteri)
- Perbanayakan vegetatif pada anggrek melalui
protocorm-like bodies (plb)
- Perbanyakan klon tanaman selain anggrek
- Penyimpanan tanaman bebas penyakit
- Pengangkutan fotosintat
- Koleksi plasma nutfah
|
Kultur tunas dan buku
tunggal
|
- Perbanyakan anggrek
- Percabangan aksilar sebagai sarana
perbanyakan klon tanaman
- Kreopreservasi untuk membuat bank gen
|
Kultur eksplan tanpa buku
|
- Pembentukan organ vegetatif untuk
perbanyakan klon tanaman
- Mendapatkan tanaman bebas penyakit
- Isolasi mutan
- Mengatasi masalah kimera
- Mendapatkan poliploidi
|
Kultur kalus dan suspensi
sel
|
- Perbanyakan klon tanaman melalui pembentukan
organ dan embrio
- Regenerasi varian-varian genetika
- Mendapatkan tanaman bebas virus
- Sebagai sumber untuk produksi protoplas
- Sebagai bahan awal untukkreopreservasi
- Produksi metabolit sekunder
- Biotransformasi
|
Kultur anthera dan
mikrospora
|
- Produksi tanaman haploid dan mendapatkan
tanaman homozigot
- Sebagai titik awal untuk induksi mutasi
- Mendapatkan tanaman mandul yang semuanya
berjenis kelamin jantan
- Sebagai sarana manipulasi genetika
- Melakukan pemuliaan pada tingkat ploidi
yang rendah
|
Kultur ovul
|
- Mengatasi inkompatibilitas
- Mengatasi absisi bunga yang terlalu dini
- Mendapatkan pembuahan secara in vitro
|
Kultur protoplas
|
- Hibridisasi somatik (melalui fusi protoplas)
- Penciptaan hibrida sel (cybrid)
- Pencangkokan inti, kromosom dan
organel-organel sel
- Penelitian transformasi
- Regenerasi varian-varian genetika
|
Kultur sel, jaringan dan
organ
|
Sebagai sarana pada
penelitian penyakit tanaman:
- Penetrasi dan replikasi virus
- Kultur parasit obligat
- Interaksi inang-parasit
- Kultur nematoda (kultur potongan akar)
- Pengujian fitotoksin
- Penelitian pembentukan nodul
Sebagai sarana pada
penelitian fisiologi tanaman:
- Penelitian siklus sel
- Metabolisme tanaman
- Penelitian nutrisi
-
Penelitian
morfogenetik dan perkembangan
|