Sabtu, 19 Mei 2012

MAKALAH-SEJARAH KULTUR JARINGAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Pengetahuan tentang sejarah dan terminologi, prinsip dasar dan tipe-tipe kultur jaringan akan mendasari pemahaman mahasiswa tentang berbagai konsep lanjut yang berhubungan dengan aplikasi kultur jaringan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya perbanyakan tanaman secara cepat dan efisien, produksi metabolit sekunder dan sebagainya.
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.

B.     TUJUAN
            Tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk memahami perkembangan teknologi kultur jaringan tanaman ditinjau dari perspektif sejarahnya dan dapat menggunakan secara tepat beberapa terminologi penting dari teknologi ini



BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERKEMBANGAN KULTUR JARINGAN
            Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro.
            Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yakni melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro. Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah dipublikasikan.
            Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada di belakang teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya penemuan hormon tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada tahun 1934 oleh Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan ini semakain pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller dan koleganya. Pada tahun1957, Skoog dan Miller mempublikasikan suatu tulisan ”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Namun pola yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk semua spesis tanaman.
            Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro pada tanaman anggrek Cymbidium 1960 oleh Morel, serta diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962, semakin merangsang perkembangan aplikasi teknik kultur jaringan pada berbagai spesies tanaman. Perkembangan yang pesat pertama kali dimulai di Perancis dan Amerika, kemudian teknik inipun di kembangkan di banyak negara, termasuk Indonesia, dengan prioritas aplikasi pada sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi masing-masing negara.
            Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah memberi sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka dapat dipastikan junlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa-masa mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an sebagai berikut;
1892 Ditemukan fenomena sintesis senyawa-senyawa pembentuk organ yang didistribusikan secara polar di dalam tanaman.
1902        Usaha perrtama aplikasi kultur jaringan tanaman.
1904    Usaha pertama aplikasi kuktur embrio sejumlah tanaman Cruciferae
1909    Fusi protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan untuk hidup.
1922    Perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis.
1922    Kultur in vitro ujung akar
1925    Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil silang antar spesies
1929    Kultur embrio Linum untuk menghindari inkompatibilitas persilangan
1934    Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
1934    Keberhasilan kultur akar tanaman tomat.
1936    Kultur embrio sejumlah tanaman Gymnospermae
1939    Keberhasilan menumbuhkan kultur kalus secara kontinu
1940    Kultur in vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus untuk mempelajari pembantukan tunas adventif
1941    Air kelapa (Yang mengandung faktor pembelahan sel) untuk pertama kalinya digunakan pada kultur embrio tanaman Datura
1941    Kultur in vitro jaringan tumor crown-gall
1944    Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau digunakan pada penelitian pembantukan tunas adventif
1945    Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus secara in vitro
1946    Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus dan Tropaelum dari kultur pucuk
1948    Pembentukan akar dan tunas adventif tanaman tembakau ditentukan oleh rasio auksin : adenin
1950    Regenerasi organ tanaman dari jaringan kalus Sequoia sempervirens.
1952    Aplikasi sambung mikro (micrografiting) untuk pertama kalinya
1953    Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba dari kultur serbuk sari
1954    Pengkajian terhadap perubahan-perubahan kariologi dan sifat-sifat kromosom pada kultur endosperm tanaman jagung
1955    Penemuan kinetin, yaitu suatu hormon perangsang pembelahan sel.
1956    Realisasi pertumbuhan kultur di dalam sistem multiliter untuk menghasilkan metabolit sekunder.
1957    Ditemukannya pengaturan pembentukan organ (akar dan pucuk) dengan mengubah rasio antara auksin dan sitokinin
1958    Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan nuselus tanaman Citrus ovules
1958    Regenerasi proembrio dari massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
1959    Publikasi buku pegangan mengenai kultur jaringan tanaman untuk pertama kali
1960    Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas untuk pertama kalinya
1960    Degradasi dinding sel secara enzimatik untuk memperoleh protoplas dalam jumlah besar.
1960    Perbanyakan vegetatif tanaman anggrek melalui kultur meristem
1960    Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel tunggal
1962    Pengembangan medium dasar Murashige dan Skoog (MS)
1964    Produksi tanaman Datura haploid dari kultur serbuk sari untuk pertama kalinya
1964    Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus tanaman Populus tremuloides
1965    Induksi pembungaan secara in vitro pada tanaman tembakau
1965    Diferensiasi tanaman tembakau dari isolasi sel tunggal pada kultur mikro
1967    Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi secara in vitro
1967    Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).
1969    Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus tembakau.
1969    Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur suspensi Haplopappus gracilis untuk pertama kalinya
1970    Seleksi mutan biokimia secara in vitro
1970    Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan barley monoploid
1970    Keberhasilan peleburan protoplas untuk pertama kalinya
1971    Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur protoplas untuk pertama kalinya.
1972    Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada dua spesies Nicotiana
1973    Sitokinin diketahui mampu memecahkan dormansi pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera
1974    Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan tunas tanaman Gerbera.
1974    Regenerasi Petunia hybrida haploid dari kultur protoplas.
1974    Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid dapat dilakukan sehingga mendukung hibridisasi
1974    Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman
1974    Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium sebagai senyawa penginduksi pembentukan tumor
1975    Seleksi positif terhadap kultur kalus tanaman jagung yang resisten terhadap Helminthosporium maydis.
1976    Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman anyelir yang berasal dari penyimpanan pada suhu rendah (kreopreservasi).
1976    Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada tanaman Petunia hybrida dan P. Parodii.
1976    Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin diketahui dikontrol secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
1977    Keberhasilan integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium tumefaciens  pada tanaman
1978    Hibridisasi somatik tomat dan kentang
1979    Pengembangan prosedur co-cultivation untuk teransformasi protoplas tanaman dengan Agrobacterium
1980    Pemanfaatan sel untuk biotransformasi digitoksin menjadidigoksin
1981    Pengenalan istilah variasi somaklon atau keragaman somaklon
1981    Isolasi auksotrop melalui skrining berskala besar terhadap koloni sel yang diperoleh dari protoplas haploid tanaman Nicotiana plumbaginifolia dengan perlakuan mutagen.
1982    Protoplas dapat bergabung dengan DNA telanjang sehingga memungkinkan untuk dilakukannya transformasi dengan isolasi DNA.
1983    Hibidisasi sitoplasma antargenus pada tanaman bit dan Brassica napus
1984    Transformasi sel tanaman dengan DNA plasmid
1985    Infeksi dan transformasi potongan daun dengan Agrobacterium tumefaciens dan regenerasi tanaman yang mengalami transformasi
            Sejak tahun 1980-an sampai sekarang, teknik kultur jaringan tanaman sudah berkembang sangat pesat di seluruh penjuru dunia sehingga sulit untuk dipantau. Terlebih lagi, banyak terobosan yang memiliki nilai komersial tinggi yang diciptakan oleh institusi-institusi riset pada berbagai perusahaan besar yang tidak dipublikasikan. Pemanfaatan yang nyata dari teknik tersebut, disamping untuk perbanyakan tanaman, juga di bidang rekayasa genetika (genetic engineering) untuk perbaikan mutu genetika tanaman pertanian. Sudah banyak varietas, bahkan spesies baru yang diciptakan melalui teknik fusi protoplas. Demikian pula dengan aplikasi teknik tersebut pada eliminasi penyakit, terutama penyakit virus dan produksi metabolit sekunder dengan bantuan Agrobacterium sudah menjadi teknik yang rutin dilakukan oleh para pakar di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Hanya saja aplikasi teknik kultur jaringan untuk pelestarian plasma nutfah tampaknya masih harus menempuh perjalanan panjang untuk sampai pada sasaran yang diharapkan.
B. TERMINOLOGI
            Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas.
            Pemahaman terhadap istilah-istilah yang sering digunakan dalam kultur in vitro merupakan suatu hal yang sangat mendasar. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah sebagai berikut;
1.      Bahan tanam yang digunakan dalam kultur jaringan biasanya disebut dengan eksplan.
2.      Kalus; a) suatu jaringan yang tersusun oleh sel-sel terdediferensiasi yang umumnya dihasilkan oleh jaringan yang luka atau kultur jaringan pada media yang berisi auksin tertentu, atau b) pertumbuhan aktif massa sel yang belum dan terdiferensiasi dan tidak terorganisir yang berkembang dari jaringan luka atau kultur jaringan yang ditanam pada media dengan tambahan zat pengatur tumbuh.
3.      Dalam kultur jaringan sering dilakukan pemindahan eksplan dari media I (untuk induksi kalus) ke media II (media untuk induksi organ tunas dan akar). Pemindahan eksplan dari media satu ke media lain (baik jenis medianya sama atau lain) dikenal dengan istilah sub kultur.
4.      Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama dari jaringan yang terbentuk dari eksplan awal.
5.      Bahan yang diambil pada setiap sub kultur disebut inokulum.
6.      Kultur asenik adalah kultur dengan hanya satu macam organisme yang diinginkan.
7.      Eksplan yang ditanam pada media tumbuh yang tepat, dapat beregenerasi melalui proses yang disebut organogenesis atau embriogenesis. Oraganogenesis adalah proses terbentuknya organ-organ seperti pucuk dan akar.
8.      Pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan jaringan asalnya (origin) yang biasa disebut pucuk adventif. Seperti pucuk yang terbentuk dari kalus, hipokotil, kotiledon, dan akar.
9.      Embriogenesis adalah proses terbentuknya embrio somatik
10.  Embrio somatik (nonzygotic embryo) adalah embrio yang bukan berasal dari zigot, tetapi dari sel tubuh tanaman.
11.  Bila embrio terbentuk dari kultur anther atau mikrospora disebut androgenesis, bila berasal dari ovari yang belum mengalami fertilisasi disebutgynogenesis.
12.  Anakan tanaman yang telah lengkap memiliki organ daun, batang dan akar hasil kultur jaringan disebut planlet (plantula).
13.  Plantula yang akan dipindah ke lapangan dan diperlakukan sebagai bibit, harus mengalami masa adaptasi dari kultur heterotropik menjadi kultur autotropik. Masa adaptasi plantula disebut dengan aklimatisasi.
14.  Pucuk-pucuk yang terbantuk dari jaringan kalus, terutama yang sudah mengalami sub kultur, dapat bervariasi. Variasi-variasi ini disebut variasi somaklonal. Penyebab variasi ini belum diketahui dengan pasti, ada kemungkinan variasi ini sudah ada dalam eksplan asal karena sifat kromosom mosaik dalam sel-sel somatik ataupun terjadi akibat lingkungan di dalam kultur.
15.  Salah satu variasi yang terjadi adalah tanaman yang aneuploid yaitu tanaman yang jumlah kromosommya 2n-1 atau 2n+1.
16.  Sel-sel dalam kalus atau sel-sel dari jaringan daun siisolasi dengan perlakukan enzim meupakan bahan untuk memperoleh protoplasma. Protoplasma-protoplasma diperoleh dengan menghilangkan dinding sel dengan bantuan enzim-enzim cellulase, hemicellulase dan pektinase. Propoplasma kemudian dapat ”dipaksa” untuk saling menempel dan bersatu membentuk suatu fusi sel. Proses ini merupakan bidang pemulaiaan yang disebut hibridisasi genetik.
17.  Hasil gabungan dua atau lebih protoplasma yang berbeda jenis dengan inti-intinya dikenal dengan istilah heterokarion.
18.  Bila hanya sitoplasma yang bergabung maka disebut cybrid.
C. Prinsip Dasar
            Kultur jaringan sesuai dengan definisinya sebagai teknik budidaya sel, jaringan, dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme, mengandung dua prinsip dasar yang jelas yaitu; 1) Bahan tanam yang bersifat totipoten dan 2) budi daya yang terkendali.
1)      Bahan tanam yang bersifat totipotensi.
Konsep dasar ini adalah mutlak dalam pelaksanaan kegiatan kultur jaringan karena hanya dengan sifat totipotensi ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mapu tumbuh dan berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Umumnya sifat totipotensi lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang masih juvenil, muda, dan banyak dijumpai pada daerah-daerah meristem tanaman. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagian tanaman yang sudah dewasa bila mendapat lingkungan yang cocok akan bertotipotensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang. Pada keadaan tersebut bisa terjadi karena pada keadaan in vitro tanaman mampu melakukan aktifitas dediferensiasi yaitu proses perkembangan balik dari bagian dewasa tanaman menjadi sekolompok sel yang terus menerus membelah (disebut kalus) atau bisa pula menjadi zigot. Selain itu juga dapat terjadi rediferensiasi yaitu proses tumbuh dan berkembangnya kembali kalus atau zigot tersebut tumbuh dan berkembang membentuk spesialisasi ke arah terbentuknya akar, daun atau tunas hingga menjadi tanaman lengkap.
Kondisi totipotensi bahan tanam antara satu tanaman dengan tanaman yang lain sangat berbeda, bahkan perbedaan juga mungkin terjadi pada satu tanaman yang sejenis. Perbedaan dalam hal cara, waktu dan musim pengambilan bahan tanam juga memberi pengaruh pada keberhasilan kegiatan kultur jaringan. Penanganannya ada yang mudah dan adapula yang sangat sulit. Yang banyak dilakukan dan dianggap relatif mudah misalnya tanaman wortel, beberapa jenis anggrek, bawang, tembakau, pisang. Beberapa yang dikenal sulit misalnya mangga, salak, bambu dan tanaman lain yang umumnya mengandung fenolat tinggi atau bisa juga rendah kemampuan berdiferensiasi dan rediferensiasinya.
Bahan tanam yang sementara ini umum digunakan dalam kegiatan kultur jaringan dan sering terbukti dapat tumbuh dan berkembang adalah:
a)    Sel, bahan ini biasanya ditanam dalam bentuk suspensi dengan kepadatan yang telah ditentukan. Paling umum sel-sel ini diambil dari kalus, agar membentuk agregat kecil atau sel tunggal maka kalus dimasukkan dalam media cair kemudian disentrifugasi berulang atau bisa juga dengan prosedur enzimatik.
b)   Protoplas, bahan ini biasanya juga ditanam dalam bentuk suspensi dengan kepadatan yang telah ditentukan. Mesofil daun, teras batang, kalus adalah bagian tanaman yang umum dipakai sebagai sumber propolas. Untuk mendapatkan suspensi protoplas harus digunakan medium yang mengandung enzim (enzimztic medium), proses pencucian dengan medium pencuci (washing medium), sentrifugasi dan kemudian purifikasi.
c)    Jaringan meristem, adalah merupakan jaringan tanaman yang terdapat pada daerah-daerah pertumbuhan. Ciri jaringan ini tersusun oleh sekelompok sel yang terus menerus membelah, sehingga belum ada spesialisasi bentuk dan fungsi dari sel-sel yang menyususnnya. Pada derah apikal meristem ada daerah yang sangat kecil terdiri dari sel-sel yang sangat progresif sebagai titk pertumbuhan dan dikenal sebagai meristem dome. Meristem ini hanya dapat diisolasi di bawah mikroskop dan terbukti baik sebagai bahan untuk mendapat tanaman yang bebas bakteri dan virus.
d)   Kalus, adalah merupakan masa sel yang aktivitas pembelahannya tidak terkendali dan belum terdiferensiasi. Sel-sel ini secara alamiah muncul dan tumbuh akaibat proses perlakuaan atau akibat perlakuan tertentu dalam kultur jaringan. Bahan ini sangat potensial untuk digunakan dalam berbagai kegiatan kultur lanjutan.
e)    Organ, bahan ini adalah bahan yang paling umum digunakan dalam kegiatan kultur jaringan. Bahan ini meliputi: daun, batang, akar, biji, tunas, embrio, anther, kepala sari, dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini ada yang memang langsung digunakan untuk mendapatkan produk yang diinginkan tetapi ada juga yang hanya digunakan sebagai bahan kultur awal sehingga hanya sebagai jalan untuk mendapatkan organ juvenil, atau kalus yang umumnya relatif bersifat meristematik dan steril.
2)      Budidaya yang terkendali.
Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup intuk kesuksesan kegiatan kultur jaringan. Keadaan media tempat tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya (kelembaban, temperatur, cahaya) serta keharusan sterilitas adalah hal mutlak yang harus terkendali.
Konsep dasar yang kedua ini harus difahami benar. Informasi mengenai kultur yang akan dilakukan harus banyak dicari. Mulai dari media dasar apa yang digunakan, perlu modifikasi atau tidak, bagaimana komponen dan takaran vitamin yang ditambahkan, mau padat atau cair, akan ada perlakuan hormon atau tidak, berapa konsentrasi yang digunakan, hormon tunggal atau kombinasi, berapa pH media, seberapa banyak akan dibuat dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini layak dilakukan dan harus dicari jawabannya sebelum melangkah pada kegiatan teknisnya.
Agar pengaruh lingkungan terkendali maka harus ditentukan bagaimana pencahayaan yang diperlukan, baik dari intensitas maupun periodisasi pencahayaannya. Pastikan dan catat fluktuasi perubahan temperatur ruangan kultur, sesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Pada laboratorium-laboratorium yang maju pengadaan generator untuk mengantisipasi terjadinya gangguan aliran listrik umumnya sangat prioritas. Sedangkan untuk menjamin sterilitaskegiatan kultur jaringan yang terdiri dari sterilitas bahan tanam, media tanam, alat-alat, ruang tabur, laminar air flow, ruang inkubator, ruang kultur dan lain-lain dilakukan secara spesifik.
Untuk bahan tanam umumnya sterilisasi dilakukan dengan menggunakan bahan kimia misalnya: alkohol, kalsium hipoklorit, Natrium hipoklorit, Hidrogen peroksida, Merkuri klorid, Fungisida, Bakterisida, Betadin, Bayclin. Konsentrasi yang digunakan dan lamanya perendaman antara satu dengan yang alinnya  berbeda-beda, ada yang digunakan pada konsentrasi yang rendah karena sangat beracun (mercury clorid) hanya diperlukan 0,1-0,2 persen dengan lama perendaman 10-20 menit. Sedangkan alkohol yang diperlukan  berkonsentrasi 70 % dan lama perendamannya hanya ½ hingga 1 menit saja. Namun demikian penentuan sterilan, konsentrasi dan lamanya perendaman ditentukan oleh keadaan dari bahan tanam. Seringkali diperlukan kajian tersendiri untuk dapat menentukan bahan sterilan, konsentrasi dan lamanya perendaman. Tahapan ini penting menjadi perhatian karena kecorobohan akan membawa keadaan bahan tanam tidak steril atau rusak hingga tidak tumbuh.
Untuk sterilisasi peralatan dan media yang hendak dipakai biasanya dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Autoclave. Alat ini bekerja atas dasar temperatur dan tekanan. Ada yang kerjanya menggunakan listrik dan ada pula yang menggunakan kompor gas. Temperatur yang digunakan untuk sterilisasi adalah 121о C dengan tekanan antara 15 – 18 psi (pounds per squar inch) selama 15 menit. Sedangkan sterilisasi ruang transfer/penabur, ruang inkubasi, ruang kultur umumnya dilakukan dengan menggunakan sinar ultra violet. Khusus untuk laminar air flow biasanya sebelum penggunaan dibersihkan dengan alkohol 70 % kemudian lampu ultra violet dinyalakan selama 1 – 2 jam.
Perpaduan prinsip bahan tanam yang totipoten dan budidaya yang terkendali harus pula diimbangi penguasaan teknik prosedur kerja yang baik. Kehati-hatian, kecermatan, kketekunan dan usaha preventif menjaga kemungkinan terjadinya kontaminasi adalah sikap yang sangat penting dikembangkan dalam kegiatan ini.
D. Tipe-Tipe Kultur Jaringan
            Dalam pelaksanaannya teknik kultur jaringan dijumpai beberapa tipe sebagai berikut:
1.    Kultur biji (seed culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling
2.    Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ seperti; ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll
3.    Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai eksplannya.
4.    Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengecokan yang terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
5.    Kultur protoplasma, eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas bagian dindingnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi dua protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik)
6.    Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman yakni: kepala sari/anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/pollen (kultur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
Kultur in vitro memiliki peranan yang sangat penting untuk mendapatkan hasil-hasil yang tidak mungkin dicapai melalui kultur in vivo. Berikut ini disajikan aplikasi sejumlah metode kultur jaringan beserta tujuan dari aplikasi tersebut sebagaimana diuraikan oleh Pierik 1997 (dalam Zulkarnain, 2009).
Beberapa tipe kultur dan tujuannya berdasarkan macam jaringan atau organ yang digunakan
Tipe Kultur
Tujuan
Kultur embrio
-         Mempersingkat siklus pemuliaan tanaman
-         Mengatasi aborsi embrio
-         Mengatasi inkompatibilitas
-         Sebagai sumber pembentukan kalusw
Kultur biji anggrek
-         Mempersingkat siklus pemuliaan
-         Menggantikan simbiosis (mikoriza)
-         Meniadakan kompetisi dengan mikroorganisme lain
Kultur meristem
-     Eliminasi patogen (virus, cendawan, dan bakteri)
-      Perbanayakan vegetatif pada anggrek melalui protocorm-like bodies (plb)
-      Perbanyakan klon tanaman selain anggrek
-      Penyimpanan tanaman bebas penyakit
-      Pengangkutan fotosintat
-      Koleksi plasma nutfah
Kultur tunas dan buku tunggal
-      Perbanyakan anggrek
-     Percabangan aksilar sebagai sarana perbanyakan klon tanaman
-    Kreopreservasi untuk membuat bank gen
Kultur eksplan tanpa buku
-     Pembentukan organ vegetatif untuk perbanyakan klon tanaman
-     Mendapatkan tanaman bebas penyakit
-     Isolasi mutan
-     Mengatasi masalah kimera
-     Mendapatkan poliploidi
Kultur kalus dan suspensi sel
-     Perbanyakan klon tanaman melalui pembentukan organ dan embrio
-     Regenerasi varian-varian genetika
-     Mendapatkan tanaman bebas virus
-     Sebagai sumber untuk produksi protoplas
-     Sebagai bahan awal untukkreopreservasi
-     Produksi metabolit sekunder
-     Biotransformasi
Kultur anthera dan mikrospora
-    Produksi tanaman haploid dan mendapatkan tanaman homozigot
-    Sebagai titik awal untuk induksi mutasi
-    Mendapatkan tanaman mandul yang semuanya berjenis kelamin jantan
-    Sebagai sarana manipulasi genetika
-    Melakukan pemuliaan pada tingkat ploidi yang rendah
Kultur ovul
-     Mengatasi inkompatibilitas
-     Mengatasi absisi bunga yang terlalu dini
-     Mendapatkan pembuahan secara in vitro
Kultur protoplas
-     Hibridisasi somatik (melalui fusi protoplas)
-     Penciptaan hibrida sel (cybrid)
-     Pencangkokan inti, kromosom dan organel-organel sel
-     Penelitian transformasi
-     Regenerasi varian-varian genetika
Kultur sel, jaringan dan organ
Sebagai sarana pada penelitian penyakit tanaman:
-     Penetrasi dan replikasi virus
-     Kultur parasit obligat
-     Interaksi inang-parasit
-     Kultur nematoda (kultur potongan akar)
-     Pengujian fitotoksin
-     Penelitian pembentukan nodul
Sebagai sarana pada penelitian fisiologi tanaman:
-       Penelitian siklus sel
-       Metabolisme tanaman
-       Penelitian nutrisi
-        Penelitian morfogenetik dan perkembangan

EVOLUSI

BAB  III
ASAL-USUL KEHIDUPAN DAN ASAL-USUL VARIABILITAS

3.1. Asal-usul Kehidupan
            Beberapa teori yang pernah berkembang sehubungan dengan asal-usul kehidupan.

1.      Teori Abiogenesis
            Teori ini bertolak dari adanya perubahan materi tak hidup menjadi makhluk hidup, sehingga dikenal sebagai teori generatio spontanea, menunjuk pada adanya perubahan yang spontan. Terlepas dari gagasan yang dikemudian hari masih dikembangkan, penolakn orang atas teori ini dikarenakan contoh yang tidak tepat yang digunakan oleh penganut teori ini.

2.      Teori Biogenesis
Penolakan terhadap teori abiogenesis memunculkan teori biogenesisi sebagai imbangannya. Sebagaimana diketahui teori biogenesismengambil posisi yang sepenuhnya kebalikan dari teori abiogenesis, bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup (omne vivum ex vivum) atau makhluk hidup berasal dari telur (omne vivum ex ovo). Sepintas lalu teori itu melegakan, namun kalau ditilik lebih lanjut jelas bahwa teori ini tidak menjawab asal mula makhluk hidup yang pertama.

3.      Teori Cosmozoik
Dalam teori ini diungkapkan bahwa asal mula makhluk hidup yang menghuni bumi ini berasal dari apa yang disebut “spora” kehidupan yang berasal daari luar angkasa bumi. Sudah tentu teori ini tidak dapat diterima terlebih pada waktu orang itu sudah tahu bahwa meteor yang jatuh ke bumi akan mengalami pergeseran yang begitu hebat hingga terbakar. Meskipun pergeseran yang dialami “spora” kehidupan tentunya tidak sehebat apa yang terjadi pada meteor namun factor-faktor lingkungan di angkasa di luar bumi maupun di bumi sendiri dibayangkan tidak memungkinkan “spora” kehidupan itu bertahan.

4.      Teori Ciptaan
Penganut teori ini berbicara tentang proses perkembangan materi yang pada akhirnya membentuk makhluk hidup tanpa menyimpang dari asal mula materi pembentuknya.

5.      Teori Naturalistik
Ada yang menamakan teori ini dengan sebutan Neobiogenesis, yang memandang terbentuknya makhluk pertama di bumi ini melalui tahapan-tahapan tertentu, mulai dari molekul-molekul CH4, NH3, H2, dan H2O, unsur-unsur yang terdapat dalam atmosfer bumi purba. Pendapat ini pernah dicetuskan oleh Oparin sebagai titik tolak gagasannya tentang cirri makhluk hidup pertama yang heterotrof.

3.2. Berdasarkan Catatan Fosil
 Fosil merupakan salah satu sumber utama dalam mempelajari asal-usul kehidupan. Fosil tertua diperkirakan berusia sekitar 500 juta tahun yang lalu dan ditemukan sekitar tahun 1950 di Australia, Afrika Selatan dan kemudian ditemukan di Kanada dan Norwegia. Fosil-fosil tersebut diperoleh dari batuan yang sangat tua, yang dikenal sebagai Stromatolit. Stromatolit bukan nama jenis organisme, tetapi nama batuan yang berlapis-lapis. Stromatolit tersebut ditemukan di daerah pantai, merupakan batuan yang terjadi dari proses mineralisasi algae dan bakteri. Di daerah pantai sering dijumpai suatu massa batuan yang tumbuh perlahan yang kita kenal sebagai batuan karang. Para ahli paleontologi menemukan bahwa kristal yang membentuk stromatolit sebenarnya banyak yang bentuknya serupa dengan ganggang biru bersel satu atau bakteri yang hidup sekarang, dan juga ditemukan di daerah pantai. Sayangnya, stromatolit hanya dapat memberikan gambaran mengenai bentuk luar dari bakteri atau algae bersel satu, tetapi tidak dapat memberikan gambaran bagaimana struktur dalamnya. Sejumlah kristal stromatolit memberikan gambaran bahwa ganggang yang membentuknya sedang berada pada tahap mitosis, karena terlihat sebagai dua bulatan yang bersatu. Dengan demikian kita mempunyai bukti bahwa kehidupan dimulai dari organsime bersel satu.
 Beberapa waktu yang lalu, dunia perfilman digegerkan oleh film Jurrasic Park. Dalam film tersebut diceritakan mengenai dihidupkannya Dinosaurus yang berasal dari zaman Jurrasic. Berapa lamakah zaman Jurrasic itu? Kapan dan mengapa zaman itu berlalu?

Tabel 3.1 Pembagian Waktu Geologi dan Bukti-bukti Fosil
ERA
PERIODE
WAKTU
KEHIDUPAN AIR
KEHIDUPAN DARAT


Senonoik
63 ! 2 juta
Kuarter
0.5 – 3 juta tyl
Sekarang
Pleistosen 3
Semua Kehidupan ada
Glasiasi pergeseran benua Amerika Utara & Eropa, Australia Antartika terpisah
Manusia
Terjadinya evolusi kebudayaan
Manusia pertama
Tersier
63 ! 2 juta
Pliosen 12 j tyl
Miosen 25 j tyl
Oligosen 36 j tyl
Eosen 58 j tyl
Paleosen 63 j tyl


Semua kehidupan ada
Hominidae dan Pongidae
Monyet dan kerabatnya
Radiasi adaptasi burung
Mamalia moderen, Angiospermae yang berbatang basah





Mesosoik
230 ! 10 juta

Kretasen
135 ! 5 juta

Ikan bertulang
Kepunahan ammonit,
Plesiosaurus, Ichtyosaurus
Amerika Selatan dan Afrika Tengah berpisah
Kepunahan Dinosaurus
Timbulnya Angiospermae berkayu
Jurasic
181 ! 5 juta

Plesiosaurus & Ichtyosaurus,
Ammonit berlimpah
Ikan bertulang rawan dan Ikan biasa berlimpah
Pangea & Gondwana mulai berpisah
Dinosaurus dominan,
Kadal pertama, Archeopteryx
Serangga berlimpah
Angiospermae pertama
Triasik
230 ! 10 juta

Plesiosaurus pertama
Ichtyosaurus, Ammonit
Ikan bertulang
Radiasi reptil,kura-kura, buaya, thecodonta, therapsida, Dinosaurus pertama, Mamalia pertama
Permian
280 ! 10 juta

Punahnya Trilobit dan Placoderm
Glasiasi dan kekeringan
Cotylosaurus & Pelecosaurus
Reptil lain dominan
Cycas, Gynko, Conifera









Paleosoik
600 ! 50 juta
Pensylvania
310 ! 10 juta
(Karbonifera)
Ammonit
Ikan bertulang pertama

Glasiasi dan kekeringan
Reptil pertama, Rawa-rawa Hutan Lycopsida, Sphenopsida dan Paku berbiji
Mississipian
345 ! 10 juta
(Karbonifera)
Radiasi adaptasi hiu
Iklim panas dan lembab
Amphibia dominan
Siput darat
Devonian
405 ! 10 juta

Placoderm, Ikan pertama, Ammonit, Nautilus.
Iklim muka bumi kering
Lautan sangat meluas
Paku, Lycopsida, Sphenopsida, Bryophyta,Gymnospermae dan Serangga, Amphibia pertama
Silurian
425 ! 10 juta

Radiasi adaptasi dari
Ostracoderm, Eurypterids
Iklim sejuk, lautan luas
Tanaman darat (Psilopsida) pertama, laba-laba, kalajengking
Ordovosian
500 ! 50 juta

Vertebrata (Agnata) pertama
(Ostracoderm), Nautiloid, Pilina, Mollusca air,
Triobit dominan
Iklim sejuk, lautan luas
------



Kambrian
600 ! 50 juta

Trilobit dominan
Eurypteroid, Crustacea,
Mollusca, Echinodermata, Porofera, Annelida, Tunicata, Cnidaria pertama
Glasiasi
------
Pre Kambrian               3000 juta                                                 Protozoa, prokariot                                        --------


Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini dapat diketahui melalui data atau catatan fosil yang ditemukan dan masih bersifat hipotetik. Yang perlu diingat bahwa proses evolusi mulai berlangsung sejak kehidupan mulai ada di bumi. Tabel 3.1, menunjukkan pembagian waktu geologi, lengkap dengan bukti-bukti fosil dan waktu hipotetiknya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh para akhi paleontologi diketahui bahwa fosil tertua yang ditemukan berumur sekitar 500 juta tahun. Demikian diperkirakan kehidupan dimulai pada akhir era Prekambrian, yaitu sekitar 700 juta tahun yang lalu. Data inipun masih berupa dugaan, karena pada era itu, tentu saja jumlah organisme masih sangat sedikit, sehingga fosil tidak mungkin dapat dijumpai pada lapisan tanah. Pada waktu itu habitat yang mungkin ada adalah air. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa muka bumi masih dihuni oleh prokariot dan organisme bersel satu, terutama algae (ganggang biru), yang kemudian diikuti oleh lumut kerak dan lumut yang menghuni areal pantai. Suhu permukaan bumipun diperkirakan masih jauh lebih panas dan oksigen mungkin meliputi hanya sekitar 10% dari apa yang ada sekarang.
Dari data tabel 3.1 menunjukkan bagaimana proses terjadinya kehidupan. Misalnya, manusia baru muncul dipermukaan bumi sekitar 500.000 tahun yang lalu. Sedangkan protozoa dan prokariot lain diperkirakan sudah ada di bumi sekitar 3000 juta tahun yang lalu. Jadi proses kehidupan dapat pula ditelusuri melalui data fosil.
Seperti sudah dikemukakan di atas, data umumnya sangat bervariasi. Variasi tersebut akan bertambah besar, kalau kita menggunakan data biologi lainnya yang akan didiskusikan kemudian.


3.3. DNA vs RNA
Bagaimana kehidupan itu mulai terjadi? Dari ekstrapolasi fosil dan dinamika gunung berapi, diperkirakan pada awal terjadinya kehidupan, atmosfer terdiri dari H2, NH3, H2O, N2, CO2, O2, dan CO2. Pada masa itu, diperkirakan banyak sekali terdapat muatan listrik di atmosfer, sehingga geledek (petir) masih sering menyambar di siang hari. Menurut Oparin (1983), kehidupan hanya dapat terjadi apabila bahan baku utama (basa Purin dan Pirimidin) terdapat di alam. Maka percobaan dilakukan dengan mengatur udara dengan jumlah yang sesuai dari magma yang keluar dari gunung berapi. Udara tersebut disimpan dalam suatu alat untuk mensimulasi keadaan di atmosfer purba. Kemudian dengan diberikan bunga api sebagai pengganti geledek. Ternyata diperoleh sekitar sepuluh macam asam amino, aldehida dan juga HCN. Percobaan dengan HCN dan amonia dalam alat simulasi ternyata dapat menghasilkan Adenin, dan asam arotik. Proses fotokimia dengan sinar matahari dapat mengubah HCN menjadi Urasil.
Sejak tahun 1861, orang sudah memproduksi gula dari formadelhid. Pengetahuan ini diulangi kembali pada tahun 1961, ketika ditemukan bahwa formadelhid (formalin) yang dipolimerisasikan, ternyata membentuk gula ribosa dan bukan gula deoksiribosa.  Penemuan ini menjelaskan bahwa RNA ternyata adalah produk yang mungkin lebih awal dari DNA. Dengan demikian diperkirakan bahwa kehidupan awal dimulai dari RNA dan bukan DNA.
Kenyataan ini masih menjadi masalah yang diperdebatkan dengan sejumlah argumen berbeda antara lain:
(1)   Kelompok yang pro DNA sebagai materi kehidupan esensial menyatakan bahwa RNA tidak stabil, dan mudah sekali terurai, karena strukturnya hanya single strand. Dengan demikian, mereka meyakini bahwa kehidupan dimulai dari adanya DNA.
(2)   Kelompok yang pro RNA, mengajukan argumentasi bahwa:
·         RNA merupakan satu-satunya produk yang mungkin dibentuk dari alam dan bukan DNA. Alasan lain ialah bahwa DNA yang berfungsi hanyalah satu rantai saja, sedangkan templetnya tidak akan menghasilkan apa-apa. Kehidupan primitif tidak mungkin dimulai dari sesuatu yang kompleks.
·         Penemuan yang terbaru pada Tetrahyemena menunjukkan bahwa RNA yang sangat pendek sekalipun dapat berfungsi katalitik, atau sebagai enzim. Hal ini tidak dijumpai pada DNA, oleh karena DNA tidak mempunyai gugus 2’-hidroksil. Gugus tersebut diperlukan dalam proses katalisasi, terutama pada tRNA yang memberikan bentuk daun semanggi. DNA tidak dapat membentuk struktur tersebut karena gugus tersebut sudah terisi oleh gugus oksigen (deoksi). Bentuk daun semanggi dibutuhkan untuk mendapatkan kemampuan katalisis. Adalah sulit diterima, kalau kehidupan awal terjadi tanpa katalisasi, hanya RNA yang mempunyai sifat ini sedangkan DNA tidak.
·         Salah satu keuntungan RNA adalah bahwa RNA dapat membelah diri dan mengadakan multiplikasi tanpa DNA.
·         Bukti lain menunjukkan bahwa DNA hanya berfungsi sebagai cetakan. Untuk dapat berfungsi, maka paling sedikit akan dibentuk mRNA terlebih dahulu. Dengan demikian, kehidupan awal yang masih sederhana dapat berlangsung dengan adanya RNA. Apabila kehidupan berawal dari DNA, maka RNA tetap harus dibentuk terlebih dahulu agar dapat berfungsi. Organisme yang paling primitif tidak memiliki DNA.
·         Karena kehidupan awal adalah sederhana, maka para ahli lebih cenderung meyakini bahwa RNA-lah yang muncul terlebih dahulu. DNA adalah bentuk penyempurnaan, mengingat bahwa RNA mudah sekali terurai.

3.4. Asal-usul Keanekaragaman (Variabilitas)
Meskipun keanekaragaman (variabilitas) pada awal dikemukakan, prosesnya belum diketahui, namun keanekaragaman merupakan faktor utama dari evolusi. Hal ini dikemukakan oleh Lamarck, Darwin, maupun para pakar lain sesudah mereka. Tanpa ada keanekaragaman, evolusi tidak akan terjadi. Di alam ada dua faktor yang bekerja secara harmonis, yaitu: (a) faktor penyebab keanekaragaman, dan (b) faktor yang bekerja untuk mempertahankan keutuhan suatu jenis. Apabila dilihat secara tersedniri, maka kedua faktor tersebut seakan bertentangan. Namun pada hakekatnya kedua faktor tersebut bekerja dengan sangat harmonis.
Untuk melihat bagaimana timbulnya keanekaragaman, kita harus mulai dari melihat struktur yang paling kecil dari makluk hidup, tetapi sangat penting. Struktur tersebut adalah DNA. DNA terdiri dari empat macam basa nitrogen yaitu: Adenin (A), Citosin (C), Guanin (G), dan Timin (T), serta RNA mempunyai Urasil (U) pengganti Timin pada DNA. Keempat macam jenis basa nitrogen berfungsi menyusun atau membentuk 20 asam amino esensial. Kini diketahui bahwa kombinasi tiga dari keempat basa nitrogen tersebut akan membentuk satu asam amino. Kombinasi ini dikenal dengan nama triplet kodon  Secara umum, tiap satu asam amino dikode oleh sekitar tiga macam kombinasi. Ada asam amino yang dikode oleh satu kombinasi, sedangkan ada asam amino yang dikode oleh enam macam kombinasi. Dengan demikian maka suatu asam amino dapat dihasilkan lebih banyak banyak, bukan saja karena kode tersebut terdapat berulang-ulang, tetapi karena ada lebih banyak kemungkinan. Yang menjadi masalah sekarang ialah darimana terjadinya keanekaragaman. Adanya satu kode genetik atau lebih mengkode asam amino belum dapat menerangkan dengan jelas terjadinya keanekaragaman.
Sejak masa lampau, orang sudah mempertanyakan mengapa umur suatu organisme sejenis tidak sama. Hal ini jelas terlihat apabila kita memelihara suatu tumbuh-tumbuhan atau hewan. Keluarga-keluarga pada zaman dahulu  umumnya mempunyai anak lebih dari dua. Hewan pada umumnya juga mempunyai anak lebih dari dua. Misalnya, pada katak dapat kita lihat bahwa jumlah telur yang dihasilkan berjumlah berratus-ratus butir. Apabila semuanya hidup dan mampu berkembang biak, mungkin saat ini seluruh permukaan bumi dipenuhi oleh katak, demikian juga bagi organisme lain. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hal ini tidak mungkin terjadi. Hanya individu yang sehat dan kuat, atau yang sempurna dalam semua aspek kehidupannyalah yang dapat bertahan. Dalam kaitan ini, alam mengadakan seleksi terhadap setiap struktur morfologi, anatomis, maupun fisisologi setiap organsime.
Misalnya, ikan dalam suatu akuarium yang selalu diberi makanan secukupnya, semua kondisi hidup dicukupkan. Apabila semua individu ikan kita seleksi sehingga dapat dikatagorikan sebagai sama dan hampir sempurna sekalipun, ternyata jumlahnya hanya bertambah pada suatu periode. Selanjutnya populasinya hanya berkisar pada jumlah tertentu saja. Padahal semua pasangan yang hidup dalam akuarium tersebut sehat dan sangat berpotensi untuk berkembang biak. Ada suatu hal yang menyebabkan ikan-ikan tersebut tidak berkembang biak, yaitu ruang yang tidak cukup. Ikan-ikan tersebut seakan tahu, bahwa apabila mereka terus berkembang biak, maka mereka tidak dapat bergerak bebas. Hal ini yang disebut dengan daya dukung dari akuarium tersebut tidak cukup. Jadi selain struktur biologis yang hampir sempurna, makanan yang cukup, ternyata daya dukung suatu tempat ikut menentukan sukses tidaknya suatu jenis organisme dapat bertahan di muka bumi.
Setiap organisme di dunia mempunyai kisaran toleransi tertentu. Misalnya manusia muda (bayi) mempunyai kisaran toleransi suhu tubuh dari 35 – 420C. Manusia dewasa biasanya batas toleransi suhu antara 36 – 410C. Di luar kisaran toleransi tersebut manusia tidak dapat bertahan, dan memerlukan usaha lain untuk mempertahankan dirinya. Kisaran toleransi suatu organsime tidak hanya menyangkut suhu saja tetapi berkaitan pula terhadap aspek-aspek biologis yang lain.
Semua atau hampir semua aspek-aspek toleransi dan variasi yang terdapat pada suatu organsime terkait dengan mekanisme kerja gen-gen tertentu pada organisme tersebut. Variasi organsime yang terjadi akibat kerja gen-gen tertentu  banyak sekali macamnya, misalnya:
(1)   Wajah manusia tidak ada yang sama. Sebenarnya hal ini berlaku pula pada tumbuh-tumbuhan dan hewan, namun mata kita tidak mampu atau tidak dibiasakan untuk dapat membedakannya.
(2)   Adanya variasi warna tubuh yang terdapat pada ikan, kucing, anjing, sapi dan organisme-organsime lainnya.
(3)   Adanya golongan darah yang bermacam-macam.
(4)   Adanya bermacam-macam mutan.
(5)   Adanya ekotipe.
Jadi variasi itu memang ada. Adanya variasi hanya dapat diterangkan secara adaptasi dan secara genetik. Variasi adaptasi, dapat kita lihat pada olahragawan yang otot-ototnya lebih terlatih sehingga berukuran lebih besar dari kebanyakan orang. Namun variasi adaptasi tidak dapat diturunkan secara langsung kepada keturunannya. Variasi genetiklah merupakan satu-satunya kemungkinan yang dapat menerangkan proses evolusi. Secara genetik variasi dapat timbul akibat mutasi. Namun mengapa kita jarang sekali melihat adanya mutasi? Apakah mutasi terjadi sepanjang masa?
Mutasi adalah suatu peristiwa yang umum terjadi. Diperkirakan selalu ada satu mutasi per 10.000 – 1.000.000. organisme, atau rata-rata sekitar 1/100.000 sel. Sedangkan jumlah gen suatu organisme dapat mencapai 10.000. Dari angka ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya mutasi sangat banyak.

Berikut ini dikemukakan beberapa akibat kejadian mutasi yakni:
(1)   Mutasi mengubah struktur DNA, tetapi tidak mengubah produk yang dihasilkan. Seperti yang sudah dikatahui, DNA merupakan sumber informasi genetik. DNA akan ditranslasikan menjadi asam amino, selanjutnya asam amino membentuk protein. Ada asam amino yang dikode oleh satu kode genetik (kodon), tetapi ada juga yang  dikode oleh lebih dari satu (misalnya enam) kode genetik. Apabila mutasi terjadi pada satu tempat pada DNA, tetapi tidak mengubah produk asam amino yang dihasilkan atau dalam hal ini asam amino yang dihasilkan tetap sama, maka mutasi tersebut tidak berakibat apa-apa (lihat penjelasan Mutasi titik Bab II).
(2)   Mutasi mengubah struktur DNA, dan mengubah komposisi produk, tetapi tidak mengubah fungsi produk yang dihasilkan. Dalam hal ini terjadi perubahan produk, sehingga misalnya asam amino yang dihasilkan adalah Lisin. Padahal kode genetik sebelum mutasi terjadi adalah asam amino Treonin. Akibatnya terjadi perubahan dalam rantai protein yang dihasilkan. Walaupun demikian, protein itu tidak mengalami perubahan fungsi.
(3)   Mutasi mengubah fungsi produk yang dihasilkan, tetapi tidak berakibat apa-apa. Mutasi dapat berakibat lebih besar, sehingga fungsi suatu protein berubah. Misalnya kita mengenal golongan darah ada beberapa macam. Golongan darah yang lebih langka diduga sebagai hasil mutasi dari golongan darah yang paling umum. Semuanya berfungsi normal, namun kalau dilakukan transfusi darah dengan  golongan darah yang  lain, baru akibatnya dapat dilihat.
(4)   Mutasi mengakibatkan terjadi perubahan  fungsi yang besar, namun kejadiannya pada sel somatik, jadi tidak diturunkan. Mutasi sel somatik jarang kita lihat. Sebagai contoh, tahi lalat dapat dianggap sebagai suatu mutasi somatik yang diturunkan.
(5)   Mutasi bersifat fatal, sehingga organisme tersebut mati, jadi tidak terlihat. Mutasi yang bersifat fatal ini dikenal dengan gen lethal. Banyak gen lethal yang diketahui misalnya hemofilia.
(6)   Mutasi yang menguntungkan.  Contoh mutasi menguntungkan sangat banyak. Mutasi yang menguntungkan dapat dilihat dari banyak segi. Bagi manusia mutasi mungkin menguntungkan tetapi bagi organisme lain mungkin merugikan. Misalnya, mutan ayam broiler, sapi pedaging, menguntungkan bagi manusia tetapi bagi hewan tersebut tidak demikian, karena hewan-hewan tesebut menjadi lemah, dan lamban sehingga lebih mudah dimangsa predatornya.
Dari ke-enam kemungkinan di atas kasus ke-lima yang berakibat fatal, sebenarnya  paling umum terjadi. Sedangkan kasus terakhir merupakan mutasi yang sering terlihat, sehingga kita menganggap mutasi yang terjadi sedikit sekali.
Sistem biologis dan atau sistem genetik adalah suatu sistem yang dianggap sempurna. Sistem ini tidak akan menjadi suatu sistem yang baik, jika sistem tersebut tidak bersifat baka (tetap). Kalau suatu sistem mudah berubah, itu bukan lagi suatu sistem. Namun demikian evolusi tidak terjadi jika sistem biologis tersebut terlalu kaku sifatnya. Organisme yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan akan mudah musnah (punah) oleh suatu perubahan lingkungan/alam, baik yang terjadi tiba-tiba maupun yang berlangsung lambat. Jadi pada setiap sistem selalu ada kisaran toleransi yang terlihat dalam bentuk yang bervariasi. Dalam sistem biologis terdapat dua macam faktor yang bekerja secara harmonis, yaitu faktor-faktor yang bersifat konservasi (mengawetkan atau mempertahankan keberadaan suatu organisme), dan faktor-faktor tersebut juga mempunyai aspek-aspek yang memungkinkan terjadinya perubahan. Faktor-faktor tersebut adalah materi genetik.
Bagaimana perubahan atau mutasi terjadi? Ada beberapa hal yang memungkinkan terjadinya mutasi. Pada dasarnya kesalahan atau mutasi terjadi dalam urutan basa nitrogen pada asam nukleat. Perubahan atau mutasi tersebut terjadi akibat beberapa faktor antara lain:
(1)     Tautomer. Suatu unsur yang diketahui mempunyai beberapa buah isotop. Pada molekul suatu senyawa, kita mengetahui adanya isomer. Demikian pula halnya dengan makromolekul biologis yang kita kenal dengan asam nukleat. Asam nukleat juga mempunyai suatu sterio-isomer, yaitu mempunyai dua macam molekul dengan bangun yang serupa tetapi seperti bayangan cermin dan sifat kimianya sedikit berlainan dengan bentuk pasangannya. Pada umumnya Adenin akan berpasangan dengan Timin atau Urasil (pada RNA), sedangkan Citosin akan berpasangan dengan Guanin. Tetapi Adenin yang merupakan bentuk sterio-isomer akan berpasangan dengan Citosin. Demikian pula untuk sterio-isomer yang lain. Sterio-isomer tersebut memungkinkan sebagai faktor penyebab terjadinya pasangan yang salah dan mengakibatkan terjadinya mutasi. Untungnya jumlah sterio-isomer biasanya sangat jarang atau bersifat tidak stabil, seperti halnya dengan isotop atau bentuk kristal suatu molekul yang kita kenal.
(2)     Struktur Analog. Ada sejumlah molekul di dalam sel yang dapat berlaku sebagai asam nukleat dan dengan demikian dapat berpasangan pada proses replikasi, ataupun transkripsi dan translasi. Karena molekul tersebut adalah molekul yang umumnya terdapat di dalam sel, maka molekul tersebut tidak akan dideteksi oleh sel. Dengan demikian mungkin sekali terjadi kesalahan. Misalnya, bromo-urasil, bromodeoksi-uridin, 2-amino-purin, inosin, hiposantin, dll. Molekul-molekul tersebut berlaku sebagai asam nukleat pada proses replikasi atau transkripsi, namun pada proses berikutnya tidak berfungsi tepat seperti pasangan asam nukleat yang seharusnya berada pada rantai DNA di tempat tersebut.
(3)     Inhibitor. Bebrapa molekul tertentu dapat menempati ruang pada DNA yang seharusnya diisi oleh suatu asam nukleat. Misalnya, akridin, pseudo-uridin, metil-inosin, ribotimidin, metil-guanosin, dan dihidroksi-uridin. Apabila molekul-molekul tersebut menempati tempat asam nukleat, maka pada proses berikutnya molekul-molekul tersebut tidak akan dikenal, sehingga terjadilah penterjemahan yang salah oleh sel tersebut dan mengubah kode genetik selanjutnya. Dengan demikian setiap inhibitor akan menyebabkan kode genetik untuk seluruh rantai berikutnya mengalami perubahan.
(4)     Radiasi. Ada bermacam-macam radiasi. Radiasi UV, radioaktif, energi tinggi sinar matahari, juga merupakan penyebab mutasi.
Dari ke-empat faktor penyebab mutasi di atas, faktor ke-tiga dan faktor ke-empat yang paling dikenal, meskipun faktor pertama adalah penyebab yang paling umum. Ini adalah perubahan yang kita tinjau dari segi gen, namun demikian mutasi dapat terjadi pula pada struktur yang lebih besar, mislanya mutasi pada struktur kromosom ikut memainkan peranan penting dalam evolusi.


KESIMPULAN

            Usaha memahami asal mula makhluk hidup yang pertama, dimulai dengan menggunakan gagasan-gagasan yang bersumber dari pemikiran monodisipliner, yang kemudian berkembang menggunakan pendekatan inter dan multidispliner.
Fosil yang diperoleh dari batuan yang sangat tua, yang dikenal sebagai Stromatolit merupakan salah satu sumber utama dalam mempelajari asal-usul kehidupan.  Disamping itu, pro kontra asal mula kehidupan berawal dari  DNA ataukah RNA masih menjadi perbincangan.
            Terjadinya keanekaragaman makhluk hidup di alam ini lebih disebabkan oleh mutasi.